Di era digital yang didorong oleh edge computing dan cloud computing, arsitektur IT semakin kompleks. Data tidak lagi hanya tersimpan di pusat data terpusat, tetapi juga tersebar di edge device, IoT, dan sistem cloud publik atau privat. Di tengah arsitektur hybrid yang semakin luas ini, ancaman keamanan berkembang lebih cepat daripada sebelumnya. Maka dari itu, pendekatan Zero Trust menjadi kunci penting dalam membangun sistem hybrid yang benar-benar aman.
Apa Itu Zero Trust Architecture?
Zero Trust bukan sekadar istilah pemasaran keamanan siber. Ini adalah paradigma yang menganggap bahwa tidak ada entitas—baik di dalam maupun di luar jaringan—yang bisa langsung dipercaya. Setiap permintaan akses harus diverifikasi, divalidasi, dan terus dipantau.
Tiga prinsip utama dalam Zero Trust:
1. Verify explicitly – Selalu verifikasi identitas dan status keamanan perangkat sebelum memberikan akses.
2. Use least privilege access – Berikan akses seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan pengguna atau sistem.
3. Assume breach – Selalu anggap bahwa pelanggaran sudah terjadi dan rancang sistem untuk membatasi dampaknya.
Tantangan Sistem Hybrid terhadap Keamanan
Dalam sistem hybrid (edge + cloud), tantangan keamanan menjadi lebih kompleks:
Permukaan serangan yang meluas karena data dan proses tersebar di berbagai lokasi.
Akses jaringan dari banyak perangkat dan lokasi berbeda, termasuk karyawan remote, perangkat IoT, dan edge gateway.
Integrasi antar sistem yang rawan celah, apalagi jika tidak dilengkapi autentikasi dan otorisasi yang detail.
Minimnya visibilitas terpusat, membuat tim keamanan sulit memantau anomali.
Mengapa Zero Trust Cocok untuk Sistem Hybrid?
Zero Trust dirancang untuk lingkungan terdistribusi, dan sangat ideal untuk arsitektur hybrid karena:
Memastikan kontrol akses berbasis identitas, bukan lokasi atau jaringan internal.
Melindungi komunikasi antar komponen, baik di edge maupun cloud, dengan enkripsi dan segmentasi mikro.
Mengurangi potensi lateral movement ketika terjadi pelanggaran, karena akses dibatasi secara presisi.
Langkah Strategis Menerapkan Zero Trust dalam Hybrid Infrastructure
Berikut pendekatan bertahap yang dapat diterapkan oleh perusahaan:
1. Identifikasi semua aset dan jalur komunikasi
Pemetaan data flow dari edge ke cloud penting sebagai dasar segmentasi keamanan.
2. Implementasi identitas berbasis konteks
Gunakan sistem autentikasi multifaktor (MFA), risk-based authentication, dan policy adaptif.
3. Segmentasi jaringan dan workload
Gunakan microsegmentation dan service mesh untuk mengontrol komunikasi antar komponen.
4. Penerapan kebijakan Least Privilege
Gunakan role-based atau attribute-based access control (RBAC/ABAC).
5. Monitoring dan audit berkelanjutan
Terapkan SIEM dan AI-driven threat detection agar ancaman dapat terdeteksi secara proaktif.
Studi Kasus Singkat: Penerapan Zero Trust pada Perusahaan Logistik
Sebuah perusahaan logistik global mengadopsi hybrid architecture: edge devices di gudang dan kendaraan untuk pemrosesan data lokal, serta cloud untuk penyimpanan dan analitik. Dengan Zero Trust, mereka:
Mengaktifkan MFA untuk akses cloud, sekaligus menggunakan sertifikat digital untuk perangkat edge.
Menerapkan segmentasi komunikasi antar warehouse, sehingga jika satu titik diretas, titik lain tidak terpengaruh.
Mengintegrasikan sistem monitoring berbasis AI untuk memantau anomali akses secara real time.
Hasilnya: insiden keamanan menurun 67% dalam 12 bulan, dengan peningkatan visibilitas sistem secara signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar